Saya Rindu Akan Engkau Azizah (Bagian 3)

"Gadis yang mengaku telah remaja
sudah sombong dirinya mengaku mengerti cinta
cinta yang hanya menipu merekat nafsu
orang kata masa muda itu masanya cinta
akan ilmu atau laki-laki
mana yang kau pilih Azizah?"

"Azizah..!?"
"Azizah? Tidak dengarkah engkau ibu memanggil? mengapa melamun Azizah?"

terjatuh dagu dari lepasan telapak tangan Azizah, dirinya melamun bagai pujangga yang mencari imajinasi.

"Sa, saya, maaf Ibu, saya hanya memikirkan Gelis, apakah umur seperti kami ini sudah masuk remaja?"
(Tertawa) "Kamu itu jangan merasa seperti anak kecil terus, dosamu sudah ditanggung sendiri sudah mau menginjak 15 tahun umurmu."

"Tapi masih terlalu muda bu untuk memikirkan hal yang lebih jauh."
"Makanya dirimu itu jangan sok tahu tentang cinta, bisa terjerumus dalam hal yang buruk seperti kawan mu itu, kalau dibilang masih kevil ya tidak dibilang sudah besar ya belum, hauslah akan ilmu Azizah! engkau tiap hari butuh makan tapi engkau membutuhkan ilmu lebih dari makan dan minum, kejar itu mumpung usiamu masih muda."
Azizah menggosok kaca jendela. Ia merasa seperti ada yang mengetuk kepalanya, ia hanya terdiam memandang selendang hitam yang diberikan ibunya bebrapa pekan yang lalu.

"Nak, Tolonglah belikan ibu garam 200 gram di warung uwak Nurmi itu."
"Baik ibu."
Tangan kanannya yang meraih uang, tangan kirinya menggenggam selendang hitam. Ibunya hanya tersenyum, senyum yang sederhana namun penuh makna, penuh kasih sayang, penuh kebanggan  yang tidak bisa terucap dalam kata-kata.

Selendang hitam kini menutup
Sebuah mahkota hitam indah
yang tak layak ditunjukkan ke semua orang
Kini saya baru tersadar
Mengapa tak sedari dulu saya menuruti syariat
agar kelak selamat dunia akhirat
menjadi hamba yang benar menghamba
terlepas dari dusta dan syirik.

tap tap tap tap
Langkah kaki di atas tanah merah yang sedikit becek, udara dibaluti suhu dingin dan rintik hujan yang cantik. tak berpayung Azizah dengan bangga melindungi kepalanya dengan selendang hitam dan tubuhnya dengan pakaian panjang.
Terlihat dida melewati gang rumah Uwak Dijah. Kawan sedari balitanya duduk berdua memandang hujan dengan sang oangeran dari kampung sebelah.

"Azizah! kau Azizah?"
"Iya ini saya Gelis."
"Mau kemana Azizah."
"Saya ada keperluan di Toko."
"Nanti kunjungi saya sepulang dari sana Azizah!"
"Baik."

Setelah usai membeli garam Azizah kembali pulang dan melewati rumah Uwak Dijah tidak lupa ia terhadap pesan kawannya.

"Assalamulaykum Gelis, dan Kang Nasrudin."
"Eh anak hitam sekarang sudah tertutup dengan kain hitam, tidak salah lihat kan saya? hahaha"
"Azizah, ada apa dengan dirimu, haha, ingin terlihat lebih cantik ya? sejujurnya kau lebih cantiklah seperti itu."
"Tidak Gelis, ada baiknya saya langsung pulang ke Rumah, Ibu sudah menunggu garam ini."
"Dah Azizah, sampai bertemu di Sekolah besok!"

Azizah mempercepat langkahnya, ia masih teringat wajah teman-temannya yang menertawai tadi.
Baiklah, bukan masalah tudung hitam Azizah yang saya ingin ceritakan, akan tetapi situasi dua puluh jam setelah Azizah membeli 200 gram garam.

"Jangan lupa sore ini datang lah ke Majelis Azizah!"
"Baik bu."

Tanah merah yang kini kering itu ditapaki orang-orang ramai yang ingin datang ke majelis ilmu, iya, orang-orang, orang tua, sedikit anak muda yang ingin datang.

Saat berjalan menuju tempat majelis suara sepeda datang dari arah selatan mengagetkan Azizah
"Kring! kring! Kring!"

"Azizah perhatkan jalan mu, kami mau lewat hahaha."
Terlihat sepasang Romeo dan Juliet kampung begoncengan sepeda, mengebut, dan penuh bahagia di wajahnya."
Azizah hanya tersenyum kecil melanjutkan perjalanannya.

Sahabat saya di landa Al-isyq
tahukah kau apa itu Al-isyq?
Yaitu mabuk cinta yang melanda remaja
akan kah kisahknya seperti nabi Yusuf alaihissalam dan Zulaikha?
atau seperti kaum nabi Luth Alaihissalam dan para malaikat?
Tidak sesungguhnya mereka berdua dilanda al-isyq
yang tiada salah satu dapat menahannya
---

"Kali ini saya akan
membeli makan sendiri Gelis."
"Baiklah, jangan lupa belikan satu untuk saya juga ya Azizah."
Suasana sekolah yang ramai pada waktu istirahat, Azizah berjalan kembali dari tempat penjual, dirinya terkejut melihat Nasrudin seorang pangeran pujaan kawannya itu dari sebelah barat toilet. Wajah penggodanya yang merayu perempuan lain. Tidak tega hati dia terhadap kawannya. Ia segera kembali menemui Gelis.

"Sesungguhnya saya melihat apa yang tidak enak dipandang mata, hal ini terjadi pada mu sebelumnya."
"Ada apa Azizah?"
"Akankah engkau mendengar nasihat dariku sebentar saja?"
"Iya ada apa Azizah? Cepat katakan!"
"Saya tahu dirimu diladnda cinta, tetapi jauhilah dirimu dari cinta semacam itu, saya tidak ingin masa menuntut ilmumu hancur, saya berkata demikian karena saya kawanmu."
"Jangan pernah nasihati saya tentang hal yang tidak pernah engkau rasakan ya Azizah! Tahu apa dirimu!"

Gelis tidak sadarkah dirimu membentak seorang kawan yang mulia seperti itu? Engkau belum tahu Gelis, ketika dirimu pergi menuju tempat penjual kau akan melihatnya.
Gelis yang marah pun langsung keluar meninggalkan Azizah, iya dia memang langsung melihat, sesuatu yang tidak elok dipandang mata. Dengan wajah memerah ia menghampiri Pangeran batang mawar yang telah menyahat hatinya.

"Kang Nasrudin, sungguh tega yang kau lakukan ini, baru kemarin kita tertawa, dengan roda-roda yang berputar di atas tanah merah itu."
"Hai adik Gelis apa yang kau katakan ini, perkenalkan Mala gadis paling cantik disekolah desa ini." (Tersenyum)
"Kenalkan saya Mala, kekasihnya Nasrudin."
Gelis yang hanya bisa menahan tangis pun menjawab
"Saya, harus pergi."

Gadis putih itu memerah wajahnya, sembab pipi dan matanya karena menangis, kepada siapa dia lari kecuali pada kawannya Azizah?
Ia peluk erat tubuh Azizah, Basah mengalir di baju tudung hitam Azizah.
"Kawanku, aku kini dilanda sedih."
"Biarlah air mata penyesalan itu mengalir Gelis, janjilah padaku untuk tidak mengulanginya lagi."
Gelis hanya menangis, dan menangis.
---

Komentar